Mengenal Masao Endo, Musisi Jazz Asal Jepang yang Jatuh Cinta Pada Gamelan Jawa

Kaget, Pentas Jazz di Solo Diminati Kaum Muda
Siapa sangka dari alat musik Jawa seperti gamelan mampu dikombinaskan dengan alat musik tradisional lain. Sosok yang berhasil menyatukannya yakni Masao Endo. Bagaimana kiprahnya ?

WAHYU IMAM IBADI, Solo (www.jawapos.com)
---

Suasana malam di teater kecil ISI Solo, Kamis (8/8) malam lalu tampak beda. Di teater itu, ada sosok spektakuler bernama Masao Endo. Dia adalah musisi jazz asal Jepang yang keranjingan musik tradisional Jawa. Karena itulah, aksi panggungnya malam itu benar-benar memesona.

Usai pentas, Masao mengaku terkejut dengan banyaknya penonton yang datang. Di antara pengunjung, banyak anak muda berpasangan. Menurut pria Jepang ini, hal itu tak lazim. Sebab di Jepang, jazz hanya diikuti oleh kalangan tertentu yang mayoritas orang tua. "Ayah saya adalah seorang guru musik SD. Di rumah saya selalu terdengar musik barat. Makanya saya selalu terbawa suasana ala barat dalam karya saya meskipun saya orang Timur (Jepang)," ujarnya ramah.

Masao sendiri sangat mengidolakan ayahnya. Karena tangan dingin ayahnya itu, bakat Masao terasah prima. Secara bertahap Masao mengikuti apa yang diajarkan ayahnya yang juga berprofesi sebagai musisi lokal.

"Ayah saya sangat berbakat, tetapi bakatnya tidak diperoleh dari pendidikan musik yang resmi. Dia hanya belajar di sebuah universitas di daerah kemudian menjadi guru musik maka kelihatanya dia menitip cita-citanya yang tidak terkabul untuk jadi musisi kondang kepada anaknya," lanjutnya.

Wajah Masao seperti menerawang ketika mengungkap kisahnya. Pertama, dia belajar piano dan viola dari sang ayah. Kemudian ketika berumur sepuluh tahun, Masao mulai les piano bersama pengajar Institut Seni Jepang di Tokyo.

Perlahan tapi pasti, Masao mulai menemukan jati dirinya di usia 12 tahun. Pria berkacamata ini mulai tertarik kepada aransemen dan improvisasi daripada memainkan karya orang sebagaimana tertulis di notasi. Ibarat gayung bersambut, kedua orang tua Masao pun mendukung sepenuhnya niatan anaknya untuk menekuni bidang musik dalam hidupnya.

"Barang kali ayah sadar bahwa anaknya ini lebih baik menjadi komponis daripada pianis. Maka saya disuruh les ilmu harmonic dengan seorang komponis yang mengajar di Tokyo," lanjutnya.

Masao sendiri sebenarnya tak sepenuhnya belajar dari ayah maupun guru les musiknya. Dia mengaku sering belajar dengan cara mendengarkan musik jazz dan pop dari stasiun radio khusus untuk tentara Amerika yang bertugas di pangkalan-pangkalan Jepang.

"Ketika itu saya tidak yakin bisa hidup sebagai komponis. Saya tidak begitu rajin belajar ilmu yang diajarkan. Malah sibuk bermain piano. Ternyata kemampuan berimprovisasi saya dengan main piano kelihatannya sudah lumayan ketika itu," akunya bangga.

Background musik barat yang dimilikinya, membuat keinginan menjadi musisi jazz profesional sedikit mengalami kesulitan.

"Ritme yang ada didalam diri saya adalah sepenuhnya ritme musik barat klasik. Sehingga saya berkesimpulan bahwa saya tidak akan bisa hidup sebagai pianis jazz professional. Musik jazz saya putuskan sebagai hobi saja," kata dia.

Banyak tempat belajar dan pertunjukan disinggahi Masao. Tapi ada saja yang menganjal dari benak pria berkacamata ini. Di benaknya, Masao ingin sekali mengkolaborasikan seni tradisional dari negara lain. Indonesia menjadi pilihan lelaki berambut pendek ini. Sasarannya, yakni alat musik gamelan.

"Saya sengaja membuat kolaborasi ini. Saya anggap dalam melodi alat musik Shakuhachi dikontraskan piano sebagai alat musik pukul gamelan," beber dia.

Gamelan sendiri dinilai Masao sebagai benda yang patut diwariskan pada anak cucu mengingat dalam sebuah gamelan tersimpan nilai historis yang tak terukur harganya. Dia masih punya rencana menggabungkan gamelan dengan alat musik tradisional Jepang. Alasannya, ada nilai historis yang sama. (*)

No comments: